Imunisasi: Skandal Sadis Konspirasi Medis
Dalam pembukaan rapat konsultasi nasional imunisasi di Grand Ballroom Hotel Hilton, Selasa, 8 Juni 2010, menteri kesehatan RI, Endang Rahayu Sedyaningsih menargetkan bahwa tahun 2014 pencapaian universal child immunization (UCI) di seluruh desa atau kelurahan di Indonesia mencapai 100% atau 90% dari seluruh bayi yang ada. Menurutnya, Imunisasi adalah hal yang penting sebagai upaya preventif terhadap segala penyakit. Imunisasi lengkap terdiri dari BCG, Hepatitis B, DPT HB dan campak. Ia bahkan menuturkan bahwa tanpa imunisasi, anak-anak mudah terserang berbagai penyakit, cacat dan kematian. Namun benarkah demikian?
IMUNISASI DAN KONSPIRASI
Jika menurut sejarah vaksin modern yang dilakukan oleh Flexner Brothers, kita dapat menemukan bahwa kegiatan mereka dalam penelitian tentang vaksinasi pada manusia didanai oleh keluarga Rockefeller. Rockefeller sendiri adalah salah satu keluarga Yahudi yang paling berpengaruh di dunia, dan mereka adalah bagian dari Zionisme Internasional.
Kenyataannya, mereka adalah pendiri WHO dan lembaga strategi lainnya : “The UN’s WHO was established by the Rockefeller family’s foundation in 1948 – the year after the same Rockefeller cohort established the CIA. Two year later the Rockefeller Foundation established the U.S Government’s National Science Foundation, the National Institute of Health (NIH), andv earlier, the nation’s Public Health Service (PHS).”( Dr. Leonard Horowitz dalam “WHO Issues H1N1 Swine Flu Propaganda”.)
Dilihat dari latar belakang WHO, jelas bahwa vaksinasi modern (atau kita menyebutnya imunisasi) adalah salah satu campur tangan (baca: konspirasi) Zionisme dengan tujuan untuk menguasai dan memperbudak seluruh dunia dalam “new world order” mereka.
APA KATA ILMUWAN TENTANG VAKSINASI?
Dan ternyata faktanya adalah di Jerman para praktisi medis, mulai dari dokter hingga perawat menolak adanya imunisasi campak. Penolakan itu diterbitkan dalam jurnal “Journal Of The American Medical Association” 20 Februari 1981, yang berisi sebuah artikel dengan judul “Rubella Vaccine In Suspectible Hospital Employees, Poor Physician Participation”. Dalam artikel itu disebutkan bahwa jumlah partisipan terendah dalam imunisasi campak terjadi dikalangan praktisi medis di Jerman. Hal ini terjadi pada para pakar obstetrik dan kadar terendah lain terjadi pada para pakar pediatrik. Kurang lebih 90% obstetrik dan 66% pakar pediatrik menolak suntikan vaksin rubella.
RAHASIA DIBALIK VAKSINASI DAN IMUNISASI
Vaksin yang telah diproduksi dan dikirim keberbagai tempat di belahan bumi ini (terutama negara muslim, negara dunia ketiga dan negara berkembang) adalah sebuah proyek untuk mengacaukan sifat dan watak generasi penerus di negara-negara tersebut. Vaksin tersebut dibiakkan di dalam tubuh manusia yang bahkan kita tidak ketahui sifat dan asal muasalnya. Kita ketahui bahwa vaksin didapat dari darah sang penderita penyakit yang telah berhasil melawan penyakit tersebut. Itu artinya, dalam vaksin tersebut tersebut DNA sang inang dari tempat virus dibiakkan tersebut.
Pernahkah anda berpikir apabila DNA orang asing ini bercampur dengan bayi yang masih dalam keadaan suci?. DNA adalah berisi cetak biru atau rangkuman genetik leluhur kita yang akan kita warisi. Termasuk sifat, watak dan sejarah penyakitnya. Lalu apa jadinya apabila DNA orang yang tidak kita tahu asal usul dan wataknya bila tercampur dengan bayi yang masih suci? Tentunya bayi tersebut akan mewarisi genetik DNA sang inang vaksin tersebut.
Pernahkah anda terpikir apabila sang inang vaksin tersebut dipilih dari orang-orang yang terbuang, kriminal, pembunuh, pemerkosa, peminum alkohol dsb.?
BENCANA AKIBAT VAKSIN YANG TIDAK PERNAH DIPUBLIKASIKAN
MENGAPA VAKSIN GAGAL MELINDUNGI TERHADAP PENYAKIT?
Walene James, pengarang buku “Immunisation : The Reality behind the Myth”, mengatakan respon inflamatori penuh diperlukan untuk menciptakan kekebalan nyata. Sebelum introduksi vaksin cacar dan gondok, kasus cacar dan gondok yang menimpa anak-anak adalah kasus tidak berbahaya. Vaksin “mengecoh” tubuh sehingga tubuh kita tidak menghasilkan respon inflamantori terhadap virus yang diinjeksi. SIDS (sudden infant death syndrome) naik dari 0.55 per 1000 orang di 1953 menjadi 12.8 per 1000 orang pada 1992 di Olmstead Country, Minnesota. Puncak kejadian SIDS adalah umur 2-4 bulan dimana waktu vaksin mulai diberikan kepada bayi. 85% kasus SIDS terjadi di 6 bulan pertama bayi. Persentase kasus SIDS telah naik dari 2.5 per 1000 orang menjadi 17.9 per 1000 orang dari 1953 – 1992. Kenaikan kematian akibat SIDS meningkat pada saat hampir semua penyakit anak-anak menurun karena perbaikan sanitasi dan kemajuan medikal kecuali SIDS. Kasus kematian SIDS meningkat pada saat jumlah vaksin yang diberikan pada balita naik secara meyakinkan menjadi 36 per anak.
Dr. W. Torch berhasil mendokumentasikan 12 kasus kematian pada anak yang terjadi dalam 3,5 – 19 jam paska imunisasi DPT. Dia juga kemudian melaporkan 11 kasus kematian SIDS dan satu yang hampir mati 24 jam paska injeksi DPT. Saat dia mempelajari 70 kasus kematian SIDS, 2/3 korban adalah mereka yang baru di vaksinasi mulai dari 1.5 hari sampai 3 minggu sebelumnya.
Tidak ada satu kematianpun yang dihubungkan dengan vaksin. Vaksin dianggap hal yang mulia dan tidak ada pemberitaan negatif apapun mengenai mereka di media utama karena mereka begitu menguntungkan bagi perusahaan Farmasi.
Ada alasan yang valid untuk percaya bahwa vaksin bukan saja tak berguna dalam mencegah penyakit, tetapi mereka juga kontra produktif karena melukai sistem kekebalan yang meningkatkan resiko kanker, penyakit kekebalan tubuh, dan SIDS yang menyebabkan cacat dan kematian.
STATUS KEHARAMAN VAKSIN
Mantan Menteri Agama Republik Indonesia, Maftuh Basyuni mengaku kecewa dengan aksi LPPOM MUI Sumsel. Menurutnya, mempublikasikan temuan bahan haram dalam vaksin meningitis hanya membuat gelisah para calon jamaah haji. “Mestinya cukup disampaikan kepada Kementerian Agama dan dan Kementerian Kesehatan,” ujarnya.
Sebenarnya tanpa diberitahu LPPOM MUI pun, pihak pemerintah, yakni Departemen Kesehatan dan Departemen Agama, sudah mengetahui masalah keharaman vaksin. Namun masalah itu cuma mengendap hingga kini. Hal ini bermula dari surat edaran yang keluarkan oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) pertengahan 2005 lalu. Surat itu berisi peringatan kepada negara-negara anggota OKI tentang adanya penggunaan tripsin babi dalam proses pembuatan vaksin polio.
Guna menindaklanjuti hal itu, Depkes meminta Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syarak (MPKS) –penasihat Depkes tentang kaitan agama dan kesehatan– untuk menyelidiki hal tersebut. Kemudian MPKS mengundang PT. Bio Farma dan Aventis untuk memberi penjelasan tentang proses pembuatan vaksin polio yang mereka lakukan. Salah seorang anggota MPKS, Profesor Jurnalis Uddin mengatakan, dari situ terbukti tripsin babi memang digunakan dalam pembuatan vaksin polio. “Begitu juga dengan vaksin meningitis yang diproduksi oleh Glaxo Smith Kline untuk para jamaah haji,” ujar Jurnalis.
Namun program imunisasi nasional harus tetap jalan. PT. Bio Farma, produsen vaksin milik negara sekaligus pemasok tunggal vaksin program imunisasi nasional sowan ke MUI meminta fatwa. Karena alasan darurat, MUI membolehkan penggunaan vaksin tersebut selama belum ditemukan vaksin pengganti yang halal. Status vaksin tersebut tetap haram, tapi boleh karena darurat.
Pada pertemuan itu PT Bio Farma berjanji mengusahakan pengganti bahan haram pada produksi vaksinnya. MUI memberi waktu tiga tahun. Tapi hingga tahun ini, bahan-bahan haram tersebut tetap dipakai dalam produksi vaksin Bio Farma.
Selain penggunaan tripsin, produksi vaksin juga menggunakan media biakan virus (sel kultur). Virus ini berasal dari jaringan ginjal kera (sel vero), sel dari ginjal anjing, dan dari retina mata manusia. Kepala Divisi Produksi Vaksin Virus Bio Farma, Dori Ugiyadi mengatakan, ketiga sel kultur tersebut dipakai untuk pengembangan vaskin influenza. “Di Bio Farma, kita menggunakan sel ginjal monyet untuk produksi vaksin polio. Kemudian sel embrio ayam untuk produksi vaksin campak,” ujar Dori.
Sejauh ini vaksin yang bebas dari keterlibatan bahan haram adalah vaksin campak. Karena vaksin tersebut dibiakkan dengan embrio telur ayam serta bebas dari tripsin babi. Namun secara umum, kata Dori, produksi vaksin masih menggunakan berbagai macam sel yang berasal dari hewan maupun manusia.
HARAM DALAM OBAT-OBATAN
Bahan haram ternyata juga merambah ke produk obat-obatan. Sejumlah obat dengan jelas mencantumkan bahan tersebut pada kemasan produknya. Seperti Lovenox (Aventis), obat anti penggumpalan darah untuk penderita penyakit jantung yang mengandung heparin sodium dari babi. Juga Mixtard (Novonordisk), obat penderita diabetes ini mengadung insulin manusia; ataupun Cereblyosin yang terbuat dari otak babi.
Sebagian dokter mengetahui perihal bahan-bahan haram pada obat yang mereka gunakan, namun sebagian besarnya lagi tidak. Prof. Jurnalis Uddin, Dewan Pembina yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jakarta bahkan mengatakan, hampir 99 persen dokter di Indonesia tidak tahu masalah ini. Kalaupun tahu, banyak juga dokter yang tidak mengabarkan hal tersebut kepada pasiennya.
“Secara nalar, apa yang disampaikan Prof. Jurnalis memang benar,“ ujar Dr. Amir Syarif SKM, SpFK, Ketua Bidang Kajian Obat Ikatan Dokter Indonesia, kepada Suara Hidayatullah. Kata Amir, hingga kini bidang kajian obat IDI memang belum pernah membicarakan masalah halal-haram suatu obat secara khusus. Fokus IDI tentang obat adalah soal keamanan dan efektiftas serta ketersediaan dan keterjangkauan harganya saja. Sedangkan masalah kehalalan obat, kata Amir, diserahkan sepenuhnya kepada para anggota IDI yang beragama Islam.
Todung Silalahi, dokter spesialis jantung di Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit Cipto Mangungkusumo (PJT RSCM), termasuk di antara dokter yang sedikit itu. Meski beragama non-Muslim, Todung mengaku selalu memberitahukan kandungan babi pada obat Lovenox kepada para pasiennya. “Ada yang menolak, ada juga yang menerima,” katanya.
Untuk yang menolak, dia akan memberikan alternatif obat bermerek Arixtra. Obat tersebut terbuat dari kimia sintetis dengan harga dua kali lipat dari Lovenox, 600 ribu rupiah sekali suntik. Yang paling murah bermerek Fluxum, seharga Rp 150, tetapi berbahan babi. Todung mengaku lebih sering memakai Lovenox. Karena peluang keberhasilannya paling besar. Sekitar 90 persen dibanding Arixtra yang hanya 60 persen.
MEWASPADAI BAHAN-BAHAN OBAT
Berdasarkan temuan LPPOM MUI, sejumlah bahan haram yang ditemukan dalam obat-obatan yang beredar di masyarakat meliputi bahan utama dari babi, bahan tambahan dari babi, bahan penolong dari babi, embrio dan organ manusia, serta penggunaan alkohol.
Insulin
Insulin merupakan hormon yang digunakan untuk mengatur gula tubuh. Penderita diabetes memerlukan hormon insulin dari luar, guna mengembalikan kondisi gula tubuhnya kembali normal. Insulin dimasukan ke dalam tubuh dengan cara disuntik. Insulin bisa berasal dari kelenjar mamalia atau dari mikroorganisme hasil rekayasa genetika. Jika dari mamalia, insulin yang paling mirip dengan manusia adalah yang berasal dari babi. (lihat boks perbandingan strukturnya)
Insulin manusia: C256H381N65O76S6 MW=5807,7Insulin babi : C257H383N65O77S6 MW=5777,6 (hanya 1 asam amino berbeda)Insulin sapi : C254H377N65O75S6 MW=5733,6 (ada 3 asam amino berbeda)
Salah satu produk Insulin terkenal yang beredar di pasaran adalah Mixtard yang diproduksi oleh Novonordisk. Ada banyak tipe mixtard yang diproduksi dengan kode produk yang berbeda-beda. Kandungannya ada yang berasal dari manusia yang diperbanyak dengan teknik rekombinansi DNA dan proses mikroba, ada juga yang berasal dari hewan, yakni babi.
Informasi kehalalan produk ini sangat minim, bahkan dokterpun tidak mengetahuinya. Dari data yang dirilis oleh International Diabetes Federation pada tahun 2003 menyebutkan, 70 persen insulin yang beredar berasal dari manusia, 17 persen berasal dari babi, delapan persen dari sapi, sisanya lima persen merupakan campuran antara babi dan sapi.
Heparin
Obat ini berfungsi sebagai anti koagulan atau anti penggumpalan pada darah. Banyak digunakan oleh penderita penyakit jantung untuk menghindari penyumbatan pada pembuluh darah.
Hampir semua heparin yang beredar di pasaran diimpor dari luar negeri. Salah satunya merek Lovenox 4000 keluaran Aventis Pharma Specialities, Perancis yang iimpor oleh PT Aventis Pharma, Jakarta. Lovenox mengandung heparin sodium dari babi yang dengan tegas tertera pada kemasannya. Hanya saja, keterangan berbahan babi tersebut dicetak sangat kecil dan hanya tertera pada kemasan. Sehingga ketika kemasannya dibuang, maka dokter dan pasien yang bersangkutan tidak akan mengenalinya lagi.
Kapsul
Cangkang kapsul sebenarnya hanya bahan penolong untuk membungkus obat, bukan bahan obat. Tapi masalahnya, cangkang ini juga ikut tertelan dan masuk ke dalam tubuh. Cangkang kapsul terbuat dari gelatin yang bersumber dari tulang atau kulit hewan. Bisa dari sapi, ikan, atau babi.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebenarnya telah menegaskan, gelatin yang boleh masuk ke Indonesia hanya yang berasal dari sapi. Pertanyaanya, apakah sapi yang digunakan disembelih secara Islam atau tidak?
Selain itu, ada pula obat dan multi vitamin yang diimpor dalam bentuk kapsul. Lebih tepatnya jenis kapsul lunak (soft capsule). Kapsul jenis ini banyak dibuat dari gelatin babi karena lebih bagus dan murah. Dari keterangan LPPOM MUI, di antara obat impor berkapsul yang beredar di Indonesia seperti Yunan Baiyao dari Cina, sejumlah produk multi vitamin, vitamin A dosis tinggi, dan vitamin E.
Alkohol
Alkohol banyak digunakan untuk melarutkan bahan-bahan aktif pembentuk obat. Obat batuk adalah salah satu obat yang banyak menggunakan alkohol. Bahan ini dikonotasikan sebagai minuman keras atau khamr. Sejumlah obat batuk yang bebas dijual di pasaran mengandung alkohol berkadar di atas 1 persen. Di antaranya Vicks Formula 44 (PT. Prafa) 10,5 persen, Benadryl (PT. Pfizer) 5 persen,Woods’ (PT. Kalbe Farma) 6 persen, dan OBH Combi (Combiphar) 2 persen.
SIKAP KITA DALAM VAKSINASI
Dengan data-data diatas sudah seharusnya kita punya sikap yang tegas terhadap program pemerintah mengenasi vaksinasi dan imunisasi secara. Yakni :
http://www.bamah.net/2011/08/imunisasi-skandal-sadis-konspirasi-medis/
Dalam pembukaan rapat konsultasi nasional imunisasi di Grand Ballroom Hotel Hilton, Selasa, 8 Juni 2010, menteri kesehatan RI, Endang Rahayu Sedyaningsih menargetkan bahwa tahun 2014 pencapaian universal child immunization (UCI) di seluruh desa atau kelurahan di Indonesia mencapai 100% atau 90% dari seluruh bayi yang ada. Menurutnya, Imunisasi adalah hal yang penting sebagai upaya preventif terhadap segala penyakit. Imunisasi lengkap terdiri dari BCG, Hepatitis B, DPT HB dan campak. Ia bahkan menuturkan bahwa tanpa imunisasi, anak-anak mudah terserang berbagai penyakit, cacat dan kematian. Namun benarkah demikian?
IMUNISASI DAN KONSPIRASI
Jika menurut sejarah vaksin modern yang dilakukan oleh Flexner Brothers, kita dapat menemukan bahwa kegiatan mereka dalam penelitian tentang vaksinasi pada manusia didanai oleh keluarga Rockefeller. Rockefeller sendiri adalah salah satu keluarga Yahudi yang paling berpengaruh di dunia, dan mereka adalah bagian dari Zionisme Internasional.
Kenyataannya, mereka adalah pendiri WHO dan lembaga strategi lainnya : “The UN’s WHO was established by the Rockefeller family’s foundation in 1948 – the year after the same Rockefeller cohort established the CIA. Two year later the Rockefeller Foundation established the U.S Government’s National Science Foundation, the National Institute of Health (NIH), andv earlier, the nation’s Public Health Service (PHS).”( Dr. Leonard Horowitz dalam “WHO Issues H1N1 Swine Flu Propaganda”.)
Dilihat dari latar belakang WHO, jelas bahwa vaksinasi modern (atau kita menyebutnya imunisasi) adalah salah satu campur tangan (baca: konspirasi) Zionisme dengan tujuan untuk menguasai dan memperbudak seluruh dunia dalam “new world order” mereka.
APA KATA ILMUWAN TENTANG VAKSINASI?
- “Vaksin menipu tubuh supaya tidak lagi menimbulkan reaksi radang sehingga vaksin mengubah fungsi pencegahan sistem imun” (Dr. Ricard Moskowitz, Harvard University)
- “Kanker pada dasarnya tidak dikenal sebelum kewajiban vaksinasi cacar mulai diperkenalkan. Saya telah menghadapi 200 kasus kanker, dan tak seorangpun dari mereka yang terkena kanker tidak mendapatkan vaksinasi sebelumnya” (Dr. W.B. Clarke, Peneliti Kanker Inggris)
- “Ketika vaksin dinyatakan aman, keamanannya adalah istilah relatif yang tidak dapat diartikan secara umum” (dr. Harris Coulter, pakar Vaksin Internasional)
- “Sebelum vaksin besar-besaran 50 tahun yang lalu, dinegara itu (Amerika) tidak terdapat wabah kanker, penyakit autoimun dan kasus autisme” (Neil Z. Miller, peneliti vaksin internasional)
- “Vaksin bertanggung jawab terhadap peningkatan jumlah anak-anak dan orang dewasa yang mengalami gangguan sistem imun dan syaraf, hiperaktif kelemahan daya ingat, asma, sindrom keletihan kronis, lupus, artritis reumatiod, sklerosis multiple dan bahkan epilepsi. Bahkan AIDS yang tidak pernah dikenaal dua dekade lalu, menjadi wabah diseluruh dunia saat ini.“ (Barbara Loe Fisher, Presiden Pusat Informasi Vaksin Nasional Amerika )
- “Tak masuk akal memikirkan bahwa anda bisa menyuntikkan nanah kedalam tubuh anak kecil dan dengan proses tertentu akan meningkatkan kesehatan. Tubuh punya cara pertahanan tersendiri yang tergantung pada vitalitas saat itu. Jika dalam kondisi fit, tubuh akan mampu melawan semua infeksi, dan jika kondisinya sedang menurun, tidak akan mampu. Dan anda tidak akan mengubah kebugaran tubuh menjadi lebih baik dengan memasukkan racun apapun juga dalamnya.” (Dr. William Hay, dalam buku “ Immunisation : The Reality behind the Myth) ”
Dan ternyata faktanya adalah di Jerman para praktisi medis, mulai dari dokter hingga perawat menolak adanya imunisasi campak. Penolakan itu diterbitkan dalam jurnal “Journal Of The American Medical Association” 20 Februari 1981, yang berisi sebuah artikel dengan judul “Rubella Vaccine In Suspectible Hospital Employees, Poor Physician Participation”. Dalam artikel itu disebutkan bahwa jumlah partisipan terendah dalam imunisasi campak terjadi dikalangan praktisi medis di Jerman. Hal ini terjadi pada para pakar obstetrik dan kadar terendah lain terjadi pada para pakar pediatrik. Kurang lebih 90% obstetrik dan 66% pakar pediatrik menolak suntikan vaksin rubella.
RAHASIA DIBALIK VAKSINASI DAN IMUNISASI
Vaksin yang telah diproduksi dan dikirim keberbagai tempat di belahan bumi ini (terutama negara muslim, negara dunia ketiga dan negara berkembang) adalah sebuah proyek untuk mengacaukan sifat dan watak generasi penerus di negara-negara tersebut. Vaksin tersebut dibiakkan di dalam tubuh manusia yang bahkan kita tidak ketahui sifat dan asal muasalnya. Kita ketahui bahwa vaksin didapat dari darah sang penderita penyakit yang telah berhasil melawan penyakit tersebut. Itu artinya, dalam vaksin tersebut tersebut DNA sang inang dari tempat virus dibiakkan tersebut.
Pernahkah anda berpikir apabila DNA orang asing ini bercampur dengan bayi yang masih dalam keadaan suci?. DNA adalah berisi cetak biru atau rangkuman genetik leluhur kita yang akan kita warisi. Termasuk sifat, watak dan sejarah penyakitnya. Lalu apa jadinya apabila DNA orang yang tidak kita tahu asal usul dan wataknya bila tercampur dengan bayi yang masih suci? Tentunya bayi tersebut akan mewarisi genetik DNA sang inang vaksin tersebut.
Pernahkah anda terpikir apabila sang inang vaksin tersebut dipilih dari orang-orang yang terbuang, kriminal, pembunuh, pemerkosa, peminum alkohol dsb.?
BENCANA AKIBAT VAKSIN YANG TIDAK PERNAH DIPUBLIKASIKAN
- Di Amerika pada tahun 1991 – 1994 sebanyak 38.787 masalah kesehatan dilaporkan pada Vaccine adverse event reporting system (VAERS) FDA. Dari jumlah ini, 45 % terjadi pada hari vaksinasi, 20% pada hari berikutnya dan 93% dalam waktu 2 minggu setelah vaksinasi. Kematian biasanya terjadi dikalangan anak-anak usia 1-3 bulan.
- Pada tahun tahun 1986 ada 1.300 kasus pertusis di Kansas dan 90% penderita adalah anak-anak yang telah mendapatkan vaksinasi ini sebelumnya. Kegagalan sejenis juga terjadi di Nova scotia dimana pertusis telah muncul sekalipun telah dilakukan vaksinasi universal.
- Jerman mewajibkan vaksinasi tahun 1939. Jumlah kasus dipteri naik menjadi 150.000 kasus, dimana pada tahun yang sama Norwegia yang tidak melakukan vaksinasi, kasus dipterinya hanya sebanyak 50 kasus.
- Penularan polio dalam skala besar, menyerang anak-anak di nigeria utara berpenduduk muslim. Hal itu terjadi setelah diberikan vaksinasi polio, sumbangan AS untuk penduduk muslim. Beberapa pemimpin islam lokal menuduh pemerintah federal nigeria menjadi bagian dari pelaksanaan rencana Amerika untuk menghabiskan orang-orang muslim dengan menggunakan vaksin.
- Tahun 1989 sampai 1991, vaksin campak “ High Titre” buatan yugoslavia Edmonton- Zagreb diuji coba pada 1.500 anak-anak miskin keturunan orang hitam dan latin, di kota Los Angeles, Meksiko, Haiti dan Afrika. Vaksinasi tersebut sangat direkomendasikan oleh WHO. Program dihentikan setelah didapati banyak anak-anak meninggal dunia dalam jumlah besar.
- Vaksin campak menyebabkan penindasan terhadap sistem kekebalan tubuh anak dalam waktu panjang selama enam bulan sampai tiga tahun. Akibatnya anak-anak yang diberi vaksin mengalami penurunan kekebalan tubuh dan meninggal dunia dalam jumlah besar dari penyakit-penyakit lainnya. WHO kemudian menarrik vaksin-vaksin tersebut dari pasar di tahun 1992.
MENGAPA VAKSIN GAGAL MELINDUNGI TERHADAP PENYAKIT?
Walene James, pengarang buku “Immunisation : The Reality behind the Myth”, mengatakan respon inflamatori penuh diperlukan untuk menciptakan kekebalan nyata. Sebelum introduksi vaksin cacar dan gondok, kasus cacar dan gondok yang menimpa anak-anak adalah kasus tidak berbahaya. Vaksin “mengecoh” tubuh sehingga tubuh kita tidak menghasilkan respon inflamantori terhadap virus yang diinjeksi. SIDS (sudden infant death syndrome) naik dari 0.55 per 1000 orang di 1953 menjadi 12.8 per 1000 orang pada 1992 di Olmstead Country, Minnesota. Puncak kejadian SIDS adalah umur 2-4 bulan dimana waktu vaksin mulai diberikan kepada bayi. 85% kasus SIDS terjadi di 6 bulan pertama bayi. Persentase kasus SIDS telah naik dari 2.5 per 1000 orang menjadi 17.9 per 1000 orang dari 1953 – 1992. Kenaikan kematian akibat SIDS meningkat pada saat hampir semua penyakit anak-anak menurun karena perbaikan sanitasi dan kemajuan medikal kecuali SIDS. Kasus kematian SIDS meningkat pada saat jumlah vaksin yang diberikan pada balita naik secara meyakinkan menjadi 36 per anak.
Dr. W. Torch berhasil mendokumentasikan 12 kasus kematian pada anak yang terjadi dalam 3,5 – 19 jam paska imunisasi DPT. Dia juga kemudian melaporkan 11 kasus kematian SIDS dan satu yang hampir mati 24 jam paska injeksi DPT. Saat dia mempelajari 70 kasus kematian SIDS, 2/3 korban adalah mereka yang baru di vaksinasi mulai dari 1.5 hari sampai 3 minggu sebelumnya.
Tidak ada satu kematianpun yang dihubungkan dengan vaksin. Vaksin dianggap hal yang mulia dan tidak ada pemberitaan negatif apapun mengenai mereka di media utama karena mereka begitu menguntungkan bagi perusahaan Farmasi.
Ada alasan yang valid untuk percaya bahwa vaksin bukan saja tak berguna dalam mencegah penyakit, tetapi mereka juga kontra produktif karena melukai sistem kekebalan yang meningkatkan resiko kanker, penyakit kekebalan tubuh, dan SIDS yang menyebabkan cacat dan kematian.
STATUS KEHARAMAN VAKSIN
Mantan Menteri Agama Republik Indonesia, Maftuh Basyuni mengaku kecewa dengan aksi LPPOM MUI Sumsel. Menurutnya, mempublikasikan temuan bahan haram dalam vaksin meningitis hanya membuat gelisah para calon jamaah haji. “Mestinya cukup disampaikan kepada Kementerian Agama dan dan Kementerian Kesehatan,” ujarnya.
Sebenarnya tanpa diberitahu LPPOM MUI pun, pihak pemerintah, yakni Departemen Kesehatan dan Departemen Agama, sudah mengetahui masalah keharaman vaksin. Namun masalah itu cuma mengendap hingga kini. Hal ini bermula dari surat edaran yang keluarkan oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) pertengahan 2005 lalu. Surat itu berisi peringatan kepada negara-negara anggota OKI tentang adanya penggunaan tripsin babi dalam proses pembuatan vaksin polio.
Guna menindaklanjuti hal itu, Depkes meminta Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syarak (MPKS) –penasihat Depkes tentang kaitan agama dan kesehatan– untuk menyelidiki hal tersebut. Kemudian MPKS mengundang PT. Bio Farma dan Aventis untuk memberi penjelasan tentang proses pembuatan vaksin polio yang mereka lakukan. Salah seorang anggota MPKS, Profesor Jurnalis Uddin mengatakan, dari situ terbukti tripsin babi memang digunakan dalam pembuatan vaksin polio. “Begitu juga dengan vaksin meningitis yang diproduksi oleh Glaxo Smith Kline untuk para jamaah haji,” ujar Jurnalis.
Namun program imunisasi nasional harus tetap jalan. PT. Bio Farma, produsen vaksin milik negara sekaligus pemasok tunggal vaksin program imunisasi nasional sowan ke MUI meminta fatwa. Karena alasan darurat, MUI membolehkan penggunaan vaksin tersebut selama belum ditemukan vaksin pengganti yang halal. Status vaksin tersebut tetap haram, tapi boleh karena darurat.
Pada pertemuan itu PT Bio Farma berjanji mengusahakan pengganti bahan haram pada produksi vaksinnya. MUI memberi waktu tiga tahun. Tapi hingga tahun ini, bahan-bahan haram tersebut tetap dipakai dalam produksi vaksin Bio Farma.
Selain penggunaan tripsin, produksi vaksin juga menggunakan media biakan virus (sel kultur). Virus ini berasal dari jaringan ginjal kera (sel vero), sel dari ginjal anjing, dan dari retina mata manusia. Kepala Divisi Produksi Vaksin Virus Bio Farma, Dori Ugiyadi mengatakan, ketiga sel kultur tersebut dipakai untuk pengembangan vaskin influenza. “Di Bio Farma, kita menggunakan sel ginjal monyet untuk produksi vaksin polio. Kemudian sel embrio ayam untuk produksi vaksin campak,” ujar Dori.
Sejauh ini vaksin yang bebas dari keterlibatan bahan haram adalah vaksin campak. Karena vaksin tersebut dibiakkan dengan embrio telur ayam serta bebas dari tripsin babi. Namun secara umum, kata Dori, produksi vaksin masih menggunakan berbagai macam sel yang berasal dari hewan maupun manusia.
HARAM DALAM OBAT-OBATAN
Bahan haram ternyata juga merambah ke produk obat-obatan. Sejumlah obat dengan jelas mencantumkan bahan tersebut pada kemasan produknya. Seperti Lovenox (Aventis), obat anti penggumpalan darah untuk penderita penyakit jantung yang mengandung heparin sodium dari babi. Juga Mixtard (Novonordisk), obat penderita diabetes ini mengadung insulin manusia; ataupun Cereblyosin yang terbuat dari otak babi.
Sebagian dokter mengetahui perihal bahan-bahan haram pada obat yang mereka gunakan, namun sebagian besarnya lagi tidak. Prof. Jurnalis Uddin, Dewan Pembina yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jakarta bahkan mengatakan, hampir 99 persen dokter di Indonesia tidak tahu masalah ini. Kalaupun tahu, banyak juga dokter yang tidak mengabarkan hal tersebut kepada pasiennya.
“Secara nalar, apa yang disampaikan Prof. Jurnalis memang benar,“ ujar Dr. Amir Syarif SKM, SpFK, Ketua Bidang Kajian Obat Ikatan Dokter Indonesia, kepada Suara Hidayatullah. Kata Amir, hingga kini bidang kajian obat IDI memang belum pernah membicarakan masalah halal-haram suatu obat secara khusus. Fokus IDI tentang obat adalah soal keamanan dan efektiftas serta ketersediaan dan keterjangkauan harganya saja. Sedangkan masalah kehalalan obat, kata Amir, diserahkan sepenuhnya kepada para anggota IDI yang beragama Islam.
Todung Silalahi, dokter spesialis jantung di Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit Cipto Mangungkusumo (PJT RSCM), termasuk di antara dokter yang sedikit itu. Meski beragama non-Muslim, Todung mengaku selalu memberitahukan kandungan babi pada obat Lovenox kepada para pasiennya. “Ada yang menolak, ada juga yang menerima,” katanya.
Untuk yang menolak, dia akan memberikan alternatif obat bermerek Arixtra. Obat tersebut terbuat dari kimia sintetis dengan harga dua kali lipat dari Lovenox, 600 ribu rupiah sekali suntik. Yang paling murah bermerek Fluxum, seharga Rp 150, tetapi berbahan babi. Todung mengaku lebih sering memakai Lovenox. Karena peluang keberhasilannya paling besar. Sekitar 90 persen dibanding Arixtra yang hanya 60 persen.
MEWASPADAI BAHAN-BAHAN OBAT
Berdasarkan temuan LPPOM MUI, sejumlah bahan haram yang ditemukan dalam obat-obatan yang beredar di masyarakat meliputi bahan utama dari babi, bahan tambahan dari babi, bahan penolong dari babi, embrio dan organ manusia, serta penggunaan alkohol.
Insulin
Insulin merupakan hormon yang digunakan untuk mengatur gula tubuh. Penderita diabetes memerlukan hormon insulin dari luar, guna mengembalikan kondisi gula tubuhnya kembali normal. Insulin dimasukan ke dalam tubuh dengan cara disuntik. Insulin bisa berasal dari kelenjar mamalia atau dari mikroorganisme hasil rekayasa genetika. Jika dari mamalia, insulin yang paling mirip dengan manusia adalah yang berasal dari babi. (lihat boks perbandingan strukturnya)
Insulin manusia: C256H381N65O76S6 MW=5807,7Insulin babi : C257H383N65O77S6 MW=5777,6 (hanya 1 asam amino berbeda)Insulin sapi : C254H377N65O75S6 MW=5733,6 (ada 3 asam amino berbeda)
Salah satu produk Insulin terkenal yang beredar di pasaran adalah Mixtard yang diproduksi oleh Novonordisk. Ada banyak tipe mixtard yang diproduksi dengan kode produk yang berbeda-beda. Kandungannya ada yang berasal dari manusia yang diperbanyak dengan teknik rekombinansi DNA dan proses mikroba, ada juga yang berasal dari hewan, yakni babi.
Informasi kehalalan produk ini sangat minim, bahkan dokterpun tidak mengetahuinya. Dari data yang dirilis oleh International Diabetes Federation pada tahun 2003 menyebutkan, 70 persen insulin yang beredar berasal dari manusia, 17 persen berasal dari babi, delapan persen dari sapi, sisanya lima persen merupakan campuran antara babi dan sapi.
Heparin
Obat ini berfungsi sebagai anti koagulan atau anti penggumpalan pada darah. Banyak digunakan oleh penderita penyakit jantung untuk menghindari penyumbatan pada pembuluh darah.
Hampir semua heparin yang beredar di pasaran diimpor dari luar negeri. Salah satunya merek Lovenox 4000 keluaran Aventis Pharma Specialities, Perancis yang iimpor oleh PT Aventis Pharma, Jakarta. Lovenox mengandung heparin sodium dari babi yang dengan tegas tertera pada kemasannya. Hanya saja, keterangan berbahan babi tersebut dicetak sangat kecil dan hanya tertera pada kemasan. Sehingga ketika kemasannya dibuang, maka dokter dan pasien yang bersangkutan tidak akan mengenalinya lagi.
Kapsul
Cangkang kapsul sebenarnya hanya bahan penolong untuk membungkus obat, bukan bahan obat. Tapi masalahnya, cangkang ini juga ikut tertelan dan masuk ke dalam tubuh. Cangkang kapsul terbuat dari gelatin yang bersumber dari tulang atau kulit hewan. Bisa dari sapi, ikan, atau babi.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebenarnya telah menegaskan, gelatin yang boleh masuk ke Indonesia hanya yang berasal dari sapi. Pertanyaanya, apakah sapi yang digunakan disembelih secara Islam atau tidak?
Selain itu, ada pula obat dan multi vitamin yang diimpor dalam bentuk kapsul. Lebih tepatnya jenis kapsul lunak (soft capsule). Kapsul jenis ini banyak dibuat dari gelatin babi karena lebih bagus dan murah. Dari keterangan LPPOM MUI, di antara obat impor berkapsul yang beredar di Indonesia seperti Yunan Baiyao dari Cina, sejumlah produk multi vitamin, vitamin A dosis tinggi, dan vitamin E.
Alkohol
Alkohol banyak digunakan untuk melarutkan bahan-bahan aktif pembentuk obat. Obat batuk adalah salah satu obat yang banyak menggunakan alkohol. Bahan ini dikonotasikan sebagai minuman keras atau khamr. Sejumlah obat batuk yang bebas dijual di pasaran mengandung alkohol berkadar di atas 1 persen. Di antaranya Vicks Formula 44 (PT. Prafa) 10,5 persen, Benadryl (PT. Pfizer) 5 persen,Woods’ (PT. Kalbe Farma) 6 persen, dan OBH Combi (Combiphar) 2 persen.
SIKAP KITA DALAM VAKSINASI
Dengan data-data diatas sudah seharusnya kita punya sikap yang tegas terhadap program pemerintah mengenasi vaksinasi dan imunisasi secara. Yakni :
- Mengutuk Konspirasi Vaksin Imunisasi yang merupakan kejahatan dalam bidang kesehatan.
- Menolak kebijakan pemerintah yang memaksakan imunisasi haram kepada para bayi dan lebih luas lagi kepada para jamaah haji.
- Meninjau ulang penggunaan vaksinasi imunisasi yang ada saat ini dan menggantinya dengan zat-zat yang non haram yang tidak berbahaya.
- Mencari upaya imunisasi alternatif seperti memaksimalkan penggunaan ASI pada bayi, serta bahan-bahan alami yang lebih natural.
- Menggalakkan edukasi tentang makanan-makanan organik yang sehat untuk masyarakat dan menganjurkan kepada mayarakat untuk menjauhkan diri dari makanan dan minuman yang mengandung Monosodium glutamat, Aspartam, Siklamat, Obat-obatan antibiotic, flouride, pewarna buatan, lesitin babi dsb.
http://www.bamah.net/2011/08/imunisasi-skandal-sadis-konspirasi-medis/
Tag :
DiinulIslaam.Kesehatan
0 Komentar untuk "Sikap kita Terhadap Vaksinasi"