BERINTERAKSI DENGAN AL-QUR'AN
AI-Qur'an Sumber Petunjuk
Ketika seseorang ingin membaca al-Qur'an, setelah membaca surah al-Fatihah yang perupakan pembuka al-Qur'an, ia akan langsung mendapatkan tiga ayat pertama dari surat ke dua (Surat AI-Baqarah - Sapi betina) ketiganya berada di awal surat al-Baqarah yaitu :
الم
ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ
Alif laatn miim, Kitab itu (al-Qur'an) tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. (al-Baqarah :1-2)
Setelah meyakinkan pembacanya bahwa al-Qur'an tidak ada keraguan di dalamnya, selanjutnya Allah menyatakan bahwa al-Qur'an sebagai Hudlan yang berarti hidayah/petunjuk bagl orang-orang yang bertaqwa. Di sini pembaca diingatkan bahwa al-Qur'an adalah petunjuk dan hidayah, oleh sebab itu yang mestinya dilakukan oleh pembaca/pengkaji al-Qur'an adalah istlhda' (minta/mencari petunjuk/hidayah). Yang namanya mencari bisa dapat bisa tidak, juga meminta bisa diberi bisa tidak. Kalau yang mencari saja belum tentu dapat dan yang meminta belum tentu diberi bagaimana dengan yang membaca dengan niat menghujat ? Wow sehebat apa manusia di hadapan penciptanya.
Setiap bacaan pasti ada cara membacanya dan cara baca yang salah akan menghasilkan kesan dan kesimpulan yang salah pula, kan tidak mungkin anda membaca buku telpon seperti membaca cerita roman?. dan al-Qur'an kurang tepat jika dibaca seperti layaknya bacaan-bacaan yang lain, apalagi jika Allah sendiri telah menyatakan bahwa al-Qur'an merupakan petunjuk dan sumber hidayah.
Sebagai petunjuk dan mukjizat, sangat kecil artinya jika al-Qur'an hanya dianggap kitab sejarah, walaupun di dalamnya memuat fakta-fakta sejarah. Akan terasa kering jika al-Qur'an hanya dianggap kitab sastra, walaupun gaya bahasanya sangat tinggi dan diakui oleh masyarakat Arab dan non-Arab. Al-Qur'an juga bukan sekedar buku iptek, walaupun memuat isyarat-isyarat ilmu pengetahuan.
Al-Qur'an adalah petunjuk Allah Swt. bagi umat manusia yang disampaikan melalui Nabi Muhammad Saw. Wahyu/ petunjuk Allah tersebut diturunkan secara bertahap -ayat demi ayat- seiring perjalanan dakwah Rasulullah, diturunkan di Makkah selama 10 th dan di Madinah 10 th. Petunjuk Allah inilah yang membawa keberhasilan dakwah beliau sehingga mampu merubah kehidupan bangsa Arab dalam waktu ± 23 th. Fungsi tersebut tetap berlanjut pada masa sepeninggal Rasulullah hingga umat Muslim mampu menciptakan peradaban yang diakui oleh bangsa-bangsa lain. Bahkan sampai saat ini fungsi tersebut tetap berlaku, terlepas apakah manusia -umat Islam khususnya saat ini- menyadari peran dan fungsi petunjuk dari AI-Qur'an tersebut atau tidak.
Penulis buku Islamic Invasion sebenarnya memperhatikan hal ini, hanya saja logika penyampaiannya dengan sengaja dibalik, yang semula "Nabi menerima wahyu sebagai petunjuk dalam menghadapi permasalahan dakwah yang timbul" tapi kemudian dibalik menjadi "ketika permasalahan pribadi timbul nabi menurunkan wahyu sebagai jalan keluarnya", kelihatannya segala cara dipakai Robert Morey untuk melampiaskan kebenciannya. Berikut ini kutipan salah satu dari tiga contoh yang ditulis Robert M.:
3. Ketika banyak orang mengganggu Muhammad di rumahnya, dia segera menerima wahyu yang sesupi yang menetapkan peraturan mengenai kapan mereka boleh mengunjunginya dan kapan tidak boleh mengganggunya (Surat 33:53-58; 29: 62-63; 49:1-5).69
Ketiga contoh yang dikemukakan adalah masalah-masalah pribadi Nabi. Sedang kejadian lain tentang masalah yang lebih utama yaitu masalah dakwah tidak berani dia ungkapkan, sebab akan bertolak belakang dengan logika terbaliknya. Kisah sejarah dakwah Rasulullah yang kami maksud adalah sebagai berikut :
Pada awal dakwah Rasulullah di Makkah, Nabi mendapatkan permusuhan yang sangat keras, diantara mereka yang paling memusuhi terdapat dua orang Quraisy yaitu : An Nadhr bin al-Harits dan Uqbah bin Abi Mu'aith, keduanya diutus oleh kaum musyrik Quraisy untuk mencari bahan guna merusak dan menghentikan dakwah Rasulullah, mereka berdua diutus ke Madinah menemui pendeta Yahudi untuk menanyakan hal Ikhwal Nabi Muhammad Saw.
Atas pertanyaan dua orang itu para pendeta Yahudi menjawab "Tanyakan kepada Muhammad tiga soal penting. Kalau ia dapat menjelaskan berarti ia benar-benar seorang Nabi. Kalau ia tidak dapat menjelaskan berarti ia hanya membuatbuat omong kosong dan kalian boleh berbuat apa saja terhadap dirinya. Tanyakan kepadanya kisah tiga orang pemuda yang Pada zaman dahulu melarikan diri dari istana kerajaan. Kisah mereka amat menakjubkan. Tanyakan kepadanya mengenai seorang lelaki yang berkelana di muka bumi dari timur hingga ke barat, bagaimana kisahnya! Tanyakan juga kepadanya soal roh, kalau ia dapat menjawabnya maka ia adalah seorang Nabi begitu sebaliknya".
Setelah melaporkan kepada kaumnya, beberapa hari kemudian bersama-sama mereka menemui Rasulullah untuk menanyakan ketiga pertanyaan seperti di atas. Rasulullah menjawab : "Semuanya itu akan kujelaskan kepada kalian besok pagi". Beliau menjanjikan jawaban itu tanpa mangucap "Insya Allah" (“Jika Allah menghendaki"). Atas kelalaiannya itu Allah Swt. tidak menurunkan wahyu-Nya selama 15 hari (riwayat lain mengatakan tiga hari). Selama itu beliau menanti-nanti turunnya wahyu dengan cemas dan gelisah karena telah menjanjikan kepada kaun musyrik Quraisy untuk memberikan jawaban "besok pagi".
Akibat kelambatan turunnya wahyu itu ejekan dan cemoohan kaum musyrikin tambah menjadi jadi. Kalau memang benar tuduhan Robert Morey, maka Rasulullah tidak perlu menunggu sampai 15 hari, malam karang cerita besok pagi beres. Tapi yang terjadi sebaliknya, wahyu yang diturunkan selain berupa jawaban juga berupa teguran dari Allah [dan janganlah sekali-kali engkau mengatakan atas sesuatu sungguh aku akan melakukan itu besok pagl] (Qs. al-Kahfi: 24) itupun setelah 15 hari. Jawaban untuk pertanyaan pertama -tentang kisah 3 orang pemuda- adalah Surat Kahfi : 1- 6; jawaban pertanyaan kedua -tentang seorang lelaki pengelana- adalah surat Kahfi : 83-88; dan jawaban pertanyaan ketiga -tentang roh- adalah surat al-Isra: 85.
Jika untuk masalah yang paling besar yang menyangkut dakwah beliau tidak berani mengada-ada -padahal resiko keterlambatan wahyu yang dialami beliau sangatlah berat- untuk apa beliau mengarang wahyu untuk hal-hal yang sifatnya pribadi dan sepele. Mengarang cerita jawaban saja tidak berani apalagi mengarang wahyu.
Petunjuk sangat berhubungan dengan kesiapan penerima petunjuk, baik akal maupun mental, lebih dari itu, petunjuk tidak lepas dari kehendak si pemberi petunjuk. Seseorang yang bersikap arogan dan apriori akan sulit menerima suatu petunjuk bahkan mungkin sulit untuk mencerna isinya. Sebaliknya seorang yang berlapang dada akan lebih cermat memahami isi petunjuk dan bahkan bisa menerimanya.
Apalagi untuk memahami petunjuk dari yang mencipta kehidupan, tidak hanya kesiapan mental tapi juga kesiapan akal (daya nalar dan bekal keilmuan). Namun demikian kesiapan mental adalah yang paling mendasar, sebab -tanpa niat baiksetinggi apapun ilmu dan IQ seseorang tidak akan mampu memahami apalagi menyerap pesan al-Qur'an. Kesiapan mental inilah yang menjadi password untuk dapat mengakses al-Qur'an, tanpanya jangan harap bisa masuk sebab akan ada "dinding penghalang" seperti yang termaktub dalam surat Al-Isra' 17: 45-46 yang kami terjemahkan seperti berikut:
"Dan apabila kamu membaca AI-Qu'an niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup, Dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila kamu menyebut nama Tuhanmu saja dalam Al-Qur'an niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya" (al-Isra' 17: 45-46).
Untuk dapat mengakses al-Qur'an tentu saja dengan sikap mental yang baik (niat baik) setidaknya sikap jujur dan objektif. Jika sudah masuk maka ia akan dihadapkan pada sekian banyak ajaran yang mengacu pada tema sentral yaitu Tauhid. Mereka akan lebih mudah mencerna dan menerima petunjuk tersebut. Berikut ini adalah contoh pengalaman beberapa dari mereka.
Maryam Jamilah (Amerika) yang lahir dan dibesarkan di keluarga Yahudi reformis, menceritakan pengalamannya sebagai berikut :
"Suatu kali ayah saya berkata bahwa tidak ada nilai yang bersifat tetap di dunia ini. Karena itu, kita harus mengubah diri kita sesuai dengan situasi yang terus berubah. Namun, saya tidak pernah menerima pernyataan ini. Dahaga saya terhadap Kebenaran semakin meningkat. Dengan kasih-sayang Allah saya menemukan tujuan berharga saya setelah mengkaji Al-Quran. Saya menjadi yakin bahwa apa yang dilakukan untuk mencoba mencari Karunia Allah tidak pernah sia-sia; apabila imbalannya tidak diperoleh di dunia ini, maka ganjarannya di Hari Kemudian adalah suatu keharusan ".70
Dr. Murod Hofman, duta besar Jerman di Maroko. Perkenalannya dengan Islam bermula saat berada di Al-Jazair tgl. 28 Mei 1962, saat melihat kegigihan dan semangat pejuang al-Jazair dalam melawan penjajah. la tidak dapat memahami dari mana datangnya dukungan yang tersembunyi ini, sampai ia dapatkan jawabannya dalam Al-Qur'an. 18 tahun kemudian, tepatnya tanggal 25 September 1980 beliau masuk Islam.
Kenyataan seperti ini seringkali terjadi, beberapa diantaranya terjadi atas Maurice Buchael yang dikritik oleh penulis buku "Islamic Invasion", Roger Garaudy yang mendapat tekanan dari Zionis, Muhammad Asad (Leopold Wais), dan banyak tokoh lain yang tidak mungkin kami sebut satu persatu. Bahkan penulis (Irena) sendiri sangat bersyukur, mendapatkan jawaban tentang masalah ketuhanan dari alQur'an, bahkan ketika masih menjadi biarawati. Petunjuk inilah yang mengantarkan penulis masuk Islam.
Al-Qur'an adalah kebenaran, sesuatu yang haq/benar tidak perlu diperdebatkan, sebab seseorang yang ingin mendebat kebenaran dapat dipastikan menghendaki kebenaran tersebut agar berkurang atau hilang; sama halnya seseorang yang ingin mendebat sesuatu yang haram, bisa dipastikan ingin agar menjadi halal, minimal setengahnya.71 Toh al-Qur'an tidak pernah memaksa seseorang, [Dan katakanlah:"Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir".] (QS. Al-Kahfi: 29), jika ingin mengambil petunjuk dari al-Qur'an silahkan. Jika tidak juga silahkan, tapi Segala akibat ditanggung sendiri lho.
Sebagai petunjuk bagi umat manusia, maka al-Qur'an berbicara kepada manusia secara total, mencakup dimensi materi dan non-materi, berikut peran mereka sebagai hamba sekaligus kholifah. Itulah sebabnya Al-Qur'an berbicara kepada manusia melalui hati dan akalnya. Materi yang dibicarakan juga mencakup seluruh aspek kehidupan, maka dalam penyajiannya juga tidak lepas dari ciri totalitas. Dimensi mated dan non-materi tidak disampaikan secara terpisah. Posisi manusia sebagai hamba dan khalifah juga disampaikan dalam satu kesatuan. Totalitas inilah yang sering disalah-artikan orang sebagai hal yang "campur aduk".
Totalitas interaksi nalar menghendaki pemahaman al-Qur'an secara utuh dari segala segi. Tidak bisa diambil sebagian untuk kemudian dilupakan bagian yang lainnya. Bukankah al-Qur'an sendiri melarang tindakan separo-separo semacam itu. Pengalaman umat terdahulu adalah ibrah bagi kita, seperti ayat berikut ini -yang artinya-
[Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu-membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. Apakah kamu beriman kepada sebagian dari AI-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.] (QS aI-Baqarah : 85).
Tokoh kajian Islam kontemporer Muhammad Arkoun dalam telaahnya terhadap al-Qur'an mengutip hadits Rasulullah -sebagai pijakan kajiannya- yang artinya : "Al-Qur'an hanya bisa dipahami secara mendalam setelah memandang berbagai seginya" (al-Hadits).
Totalitas interaksi kalbu, menghendaki keimanan dan kesadaran seperti yang diisyaratkan pada kelanjutan dari ayat-ayat pertama surat al-Baqarah yang telah kita bahas sebelumnya. arti ayat tersebut adalah
[(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (al-Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan-nya, dan merekalah orang-orang yang beruntung.] (al-Baqarah : 3-S).
Tentang bagaimana tata caranya, filosof dan penyair kenamaan Muhammad Iqbal menceritakan pengalaman interaksinya dengan al-Qur'an sebagai berikut :
I used to read the holy Qur'an every morning. My father saw me reading and often heard my recitation. It gave him immense pleasure. He came to me once and said how he would like to tell me two things when the occasion arose.
I had waited long for the fulfillment of my father's promise. When one day, after I had passed my B.A., he came to me. I was then reciting the holy Qur'an as usual after my morning prayers. He reminded me of his promise, but wished to be assured that I would carry out his instructions to the best of my ability. On my promising to do so, he wanted me to try and feel while reciting the Holy Qur'an that the almighty God was talking to me, and secondly to try and carry his message to the humanity.72
Saya selalu membaca al-Qur'an setiap pagi. Ayah melihatku membaca dan seringkali mendengarkan bacaan saya. Hal itu memberikan kepuasan yang berarti baginya. Suatu saat beliau datang kepadaku seraya mengatakan bahwa ia ingin sekali memberitahuku dua hal jika saatnya tiba.
Saya lama menunggu pemenuhan janji Ayahku. Hingga suatu hari, setelah saya menyelesaikan B.A., Beliau datang kepadaku, saat itu saya sedang membaca al-Qur'an sebagaimana biasa setelah shalat shubuh. Beliau mengingatkan saya akan janjinya. Tapi beliau hendak memastikan dulu bahwa saya akan memegang nasehatnya sebaik yang saya mampu. Dengan janji saya untuk melakukannya, beliau memintaku untuk berusaha merasakan bahwa saat membaca al-Qur'an Tuhan yang Mahakuasa sedang berbicara kepada saya, dan yang kedua agar berusaha membawa pesan-Nya kepada umat manusia.
Penulis biografi M. Iqbal, prof. Masud-ul-Hasan, mengomentari penuturan Iqbal di atas sebagai berikut : Bahwa implikasi dari nasehat tersebut, al-Qur'an hendaknya tidak dibaca dengan cara yang biasa; ia harus dianggap seperti dialog antara Tuhan dan manusia. Kedua, pesan dari al-Qur'an tersebut harusnya tidak hanya untuk memuaskan diri sendiri; tapi harus disampaikan kepada masyarakat dengan cara yang cocok.73
Muhammad Iqbal sangat bersungguh-sungguh memegang nasehat sang ayah sepanjang hidupnya. Dan nasehat inilah yang membuatnya menjadi seorang Muhammad Iqbal seperti yang kita kenal. Maka tidaklah mengherankan jika dia sampai mengatakan : "None knows the secret that momin. Though he looks to be the reader, is really the Qur'an"74.
Imam Al-Qhazali mengajarkan password untuk sebuah akses yang maksimal, namun seberapa jauh seseorang dapat melakukannya tergantung masing-masing individu. Password tersebut adalah sikap yang oleh Imam al-Ghozali dibagi dalam tiga tingkatan interaksi sebagaimana berikut :
Tingkatan terendah :
Seorang pembaca dalam posisi seakan membaca al-Qur'an di hadapan Allah, melihat dan mendengarkan dari pada-Nya. Maka kondisinya dalam tingkatan ini seperti seorang yang sedang bertanya, meminta dan memohon.
Tingkatan menengah :
Menyaksikan dengan hatinya seakan Allah melihat dan berbicara kepadanya dengan segala kelembutan, serta memberikan kepadanya segala kenikmatan dan kebaikan. Maka posisinya adalah: malu, mengagungkan, mendengarkan, dan memahami.
Tingkatan tertinggi :
Kondisi dimana seseorang mampu melihat Pembicara dalam dialog tersebut, ia juga mampu melihat sifat-sifat didalam kalimatNya. Maka ia tidak melihat kepada dirinya sendiri maupun bacaannya, atau kepada segala macam keni'matan yang diberikan kepada. la menjadi tidak menginginkan apaapa dari sang Pembicara, segenap pikirannya tertuju kepadaNya, seakan hanyut dalam menyaksikan Pembicara tanpa ada yang lainnya. Inilah derajat para muqorrobin, dan yang sebelumnya adalah derajat ashabul yamin, sedang yang diluar ini adalah orang-orang yang lalai.75
Sikap seperti inilah yang seharusnya dilakukan oleh seorang Muslim dalam membaca firman-firman Allah Swt. terlepas dari hujatan dan cemoohan umat lain yang memang sejak dulu sudah sering mereka lakukan. Sebab yang paling ditakutkan oleh mereka adalah jika umat Muslim benar-benar memahami dan menjalankan petunjuk Allah yang ada dalam al-Qur'an. Coba anda bayangkan kalau umat Muslim mau perpegang pada ajaran al-Qur'an tentang persaudaraan sesama mu'min, mungkin penindasan terhadap umat Muslim tidak akan terjadi, minimal bisa terkurangi.
Kekuatan ayat-ayat al-Qur'an dalam memberikan petunjuk dan bimbingan telah dibuktikan oleh Rasulullah Saw. dengan keberhasilan dakwah beliau dalam tempo 23 tahun, Hal Yang sama telah dibuktikan oleh para sahabat dan penerusnya hingga mampu menciptakan suatu peradaban yang telah memberikan sumbangan besar bagi kemajuan peradaban manusia, termasuk didalamnya kemajuan Eropa. Hal ini secara tidak langsung telah membuktikan bahwa al-Qur'an adalah suatu mukjizat yang paling besar dan bisa dirasakan tidak hanya oleh Sang Nabi tapi juga oleh pengikutnya, bahkan oleh siapapun yang ingin merasakan kehebatannya. Pantas saja jika al-Qur'an menantang manusia untuk membuat satu atau sepuluh surat semisalnya, tanpa bantuan Allah.
Sejarah telah membuktikan kebenaran al-Qur'an sebagai petunjuk, lantas bagaimana dengan ayat-ayat buatan manusia yang katanya nongkrong di situs Internet menunggu Juri?, apa sumbangsih yang telah diberikan bagi umat manusia? hujatan ataukah provokasi ? yang pasti salah satu dari keduanya.
NOTES
69 Robert Morey, op. cit., 178.
70 Badar Azimabadi, Akhirnya Kupilih Jalam Selamat, Penerbit Marja', ha1.125.
71 Nasehat KH. Hasan Abdullah Sahal, Pimpinan Pondok Modern Gontor Ponorogo.
72 Masud-ul-Hasan, Prof. Live of Iqbal. A. Salam Ferozsons Ltd. Lahore. Vol I. Ha1.15.
73 Ibid.
74 Ibid.
75 Imam Al-Ghozali. Ihya' Ulumiddin. Jilid I. Hal. 287. 288. Lihat juga Yusuf Al-Qordlowi, Kaifa nata'amalu ma'a al-Qur'an. Dar as Syuruq, cet I, th.1999, ha1.180.
Tag :
DiinulIslaam.ALQur'an
0 Komentar untuk "V. KITAB SUCI Kenapa kalian mengingkari ayat-ayat Allah...?"