Muhammad distrusted wide generalities; his genius lay in a union of thought and action; his kingdom also of this world; he was seer and prophet, but he was also legislator and magistrate (William Hocking)
Mahkamah Agung Amerika Serikat (Supreme Court) memberikan pengakuan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai satu dari 18 Law Giver terbesar sepanjang sejarah bersama Hammurabi, Julius Caesar, Justianian dan Charlemagne. Sistem hukum yang diajarkan Rasulullah Saw juga mencerminkan bahwa Hukum Islam itu syumul (menyeluruh), jalb al-mashalih (mengedepankan kemaslahatan), tadarruj (unsur pentahapan) dan qilatul Taklif (tidak membertakan). Ia bersifat murunah (moderasi), serta penuh keadilan (al-‘adalah).
Daftar Isi Ensiklopedia
- Nabi Muhammad SAW sebagai Pemimpin Hukum
- Karir Hukum Nabi Muhammad SAW
- Pembentukan dan Pembinaan Hukum Islam
- Peran Rasulullah Saw dalam Pembinaan Hukum
- Kerangka Dasar Hukum Islam
- Karakteristik Hukum Islam
- Legalisasi Hukum Islam pada Masa Nabi SAW
- Ijtihad pada Masa Nabi
- Maqasid asy-Syari’ah dalam Hukum Islam
- Ushul Fikih : Metodologi Hukum Islam
- Hukum Islam Pasca Rasulullah\
- Etika Hukum Islam
- Reformulasi Hukum Islam
- Epistemologi Hukum Islam
- Produk Pemikiran Hukum Islam
- Kebangkitan Hukum Islam
- Perbedaan Mazhab Fikih
- Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam
- Hukum Islam yang Humanis
Buku Non-Ensiklopedia
Pembentukan suatu peradaban tidak pernah berlangsung dalam satu malam, melainkan memakan waktu yang sangat lama. Dalam kurun waktu tersebut diperlukan suatu pranata undang-undang dan ketentuan yang mengatur pola hubungan, hak dan kewajiban, serta conflict resolution sesama anggota masyarakat.
Misi Muhammad Saw tidak terbatas pada pelurusan akidah dan keimanan umat manusia. Lebih dari itu, ajaran Islam yang dibawanya meliputi seluruh aspek kehidupan. Dalam berbagai literatur kajian keislaman sering disebutkan bahwa ajaran Islam mempunyai tiga cabang utama yaitu akidah, syariah dan akhlak.
Dalam ajaran Islam, perbuatan yang tumbuh dari akidah (iman) disebut amal shaleh. Dalam banyak ayat Al Quran, iman dan amal shaleh sering disebut secara beriringan. Hal ini menunjukkan bahwa iman tidak dapat terlepas dari amal shaleh. Iman tidak aka nada faedahnya tanpa amal shaleh. Seabliknya, amal shaleh juga menjadi percuma tanpa adanya keimanan.
Amal shaleh tersebut dirumuskan secara sistematis dalam bentuk system peraturan yang disebut syariah. Terminologi syariah pada mulanya mengacu kepada ajaran Islam secara keseluruhan, termasuk didalamnya akidah dan akhlak. Pada perkembangannya, istilah ini mengalami penyempitan makna sehingga hanya menyangkut ajaran-ajaran Islam yang lahiriyah (eksoterik), sehingga pengertian syariah menjadi identik dengan fikih (hukum Islam), meskipun diantara keduanya terdapat beberapa perbedaan.
Fiqh pun mengalami penyempitan makna. Fiqh secara bahasa berarti pemahaman atau pengertian. Fiqih adalah pemahaman terhadap ajaran agama secara keseluruhan. Pengertian ini dibuktikan dengan kitab berjudul al Fiqh al Akbar yang dinisbahkan kepada Abu Hanifah (w. 150H/767M) pada abad kedua hijrah. Kitab tersebut berisikan berbagai aspek ajaran Islam, termasuk didalamnya persoalan ilmu kalam (teologi). Saat ini, pengertian yang mendalam ini mengalami pendangkalan makna, sehingga hanya mengandung pengertian ajaran Islam yang menyangkut aturan-aturan legal formal saja.
Salah satu warisan Muhammad Saw yang sangat berharga adalah syariat atau hukum Islam itu sendiri. Di masanya, beliau telah meletakkan dasar-dasar hokum modern di tengah masyarakat Arab yang belum mengenal system hokum yang tertib. Oleh karena itulah, maka salah satu aspek kepemimpinan Muhammad Saw yang ingin ditonjolkan adalah beliau sebagai peletak dasar-dasar hukum modern.
Penghargaan Dunia terhadap Muhammad Saw di Bidang Hukum
Salah satu penghargaan dan pengakuan dunia terhadap peranan beliau dalam bidang hukum adalah terdapatnya image Muhammad Saw di salah satu ruang sidang di Mahkamah Agung (Supreme Court) Amerika Serikat sebagai salah satu tokoh hukum dunia sepanjang zaman.
Meskipun hal ini merupakan sesuatu yang kontroversi dan mengundang protes karena ajaran Islam melarang untuk menggambarkan fisik Nabi Muhammad Saw dalam bentuk gambar, lukisan, patung, relief dan sebagainya., keberadaan beliau bersama tokoh-tokoh dunia lain menunjukkan prestasi beliau yang luar biasa di bidang hukum. Hanya saja memang, cara penghargaan dan pengakuan tersebut dengan mereka-reka rupa beliau di dinding ruangan the court of last resort Amerika tersebut kurang tepat dan mengusik ketenangan kaum Muslim.
Terlepas dari kontroversi tersebut, hal ini menunjukkan bahwa Muhammad Saw merupakan salah satu dari 18 orang Pembina hukum (law givers) utama dunia. Ke-18 orang tokoh hukum terdiri dari 9 orang tokoh yang berasal dari era sebelum Masehi, dan 9 tokoh sesudah Masehi. Mereka adalah:
Sebelum Masehi | Sesudah Masehi |
Menes | Justinian |
Hammurabi | Muhammad Saw |
Moses | Charlemagne |
Solomon | King John of England |
Lycurgus | King Louis IX of France |
Solon | Hugo Grotius |
Draco | Sir William Blackstone |
Confucius | John Marshall |
Augustus | Napoleon |
Kalau dilihat dari daftar tokoh hukum dunia di atas, tampak bahwa Muhammad Saw memang bukan satu-satunya peletak dasar hukum dunia. Beliau merupakan salah satu mata rantai utama perkembangan hukum dunia. Di banyak hal, memang beliau membuat sistem dan aturan-aturan baru, namun beliau juga mempertahankan sistem dan aturan-aturan yang sudah ada jika dipandang sejalan dengan ajaran Islam. Para tokoh hukum sesudah beliau pun turut pula memberikan sumbangan sehingga tatanan hukum di berbagai negara menjadi semakin baik dalam rangka memenuhi tuntutan para pencari keadilan.
Peran Rasulullah Saw dalam Pembentukan Legal Jurisprudence
Periode Rasulullah Saw adalah periode yang paling penting dalam pembentukan legal jurisprudence (fiqh) kerena hukum yang ditetapkan dalam periode ini diturunkan kepada Rasulullah Saw secara langsung, baik secara lafaznya (Al Quran) atau pun secara maknanya (al Hadist) dan kemudian Rasulullah Saw menyampaikannya kepada umatnya. Jadi sumber legal jurisprudence pada periode ini adalah hanya wahyu. Adapun ijtihad yang dilakukan beliau termasuk bagian dari wahyu karena ijtihadnya selalu dalam bimbingan wahyu dan tidak ada yang disampaikan oleh Rasulullah Saw kecuali dalam bentuk wahyu, baik secara langsung atau pun tidak langsung sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (QS. An Najm / 53.3-4)
“Karir Hukum” Muhammad Saw
Nabi Muhammad Saw sendiri pernah diminta untuk menjadi penengah terhadap perkara yang timbul di antara suku-suku Quraisy. Hal ini terjadi sebelum beliau menjadi seorang utusan Allah ketika beliau memutus perkara siapa yang paling berhak meletakkan kembali Batu Hitam (hajar Aswad) ke tempatnya semula. Peristiwa ini terjadi ketika Ka’bah sedang direnovasi akibat mengalami kerusakan setelah banjir melanda Makkah. Hajar Aswad terpisah dari tempatnya semula dan ketika hendak dikembalikan, para pemuka Quraisy berebut untuk meletakkan kembali batu hitam tersebut.
Perselisihan itu semakin keras sehingga hampir menimbulkan keributan. Kemudian salah seorang mereka mengusulkan untuk mengangkat seorang arbitrator (penengah) untuk memutuskan siapa yang paling berhak melakukan tugas tersebut. Namun siapakah orangnya? Ia mengusulkan orang yang mereka mintakan fatwa adalah orang yang pertama sekali masuk kompleks Haram keesokan harinya.
Ternyata, orang yang muncul keesokan harinya adalah Muhammad Saw. Melihat yang akan dimintakan putusan hukum adalah Muhammad Saw, suka hatilah mereka karena telah mengenal pribadi Muhammad Saw sebagai seorang yang baik dan jujur. Merekapun rela mentaati keputusan yang dibuat Muhammad Saw atas perkara tersebut.
Setelah mengetahui duduk perkara dan berpikir sejenak, Muhammad Saw meminta sehelai kain. Kain itu dibentangkan kemudian beliau meletakkan batu tersebut di atas kain itu. Kemudian beliau meminta masing-masing pemimpin Quraisy untuk memegang tepi kain itu dan menggotong batu tersebut ke tempatnya semula.
Kemudian, beliau meletakkan batu itu ke tempatnya. Dengan demikian, selesailah persoalan itu. Masing-masing pemimpin merasa puas karena mereka telah turut melakukan tugas terhormat tersebut. Suku-suku mereka akan ikut merasa bangga pula. Muhammad Saw pun semakin dipercaya untuk menyelesaikan sengketa hukum yang ada di masyarakat Arab tersebut.
Kepercayaan ini sebenarnya terus bertahan meskipun beliau diangkat menjadi seorang utusan Allah beberapa tahun kemudian. Mereka hanya menolak ajaran tauhid yang dibawa Muhammad Saw, tetapi tetap mempercayai kejujuran, keadilan, dan keamanahannya. Mereka tetap menitipkan barang mereka kepadanya. Mereka tetap mempercayai keadilan keputusan hukum yang dibuat Muhammad Saw.
Hal ini mungkin menjadi sebab ketertarikan penduduk Yatsrib (kemudian dikenal sebagai Madinah) untuk mengajak Muhammad Saw hijrah ke kota tersebut sekaligus sebagai penengah perselisihan menahun yang terjadi di kota tersebut yaitu permusuhan suku ‘Auz dan Khazraj. Mereka mendengar adilnya keputusan hukum yang dibuat oleh Muhammad Saw. Ketertarikan ini membuat mereka meminta Muhammad Saw untuk memutuskan perkara yang timbul di Madinah tersebut.
Dengan demikian, jelaslah bahwa “karir hukum” Muhammad Saw telah dimulai sejak sebelum beliau diangkat menjadi seorang Rasul. Setelah diangkat menjadi rasul, “karir” ini semakin meningkat dan semakin kompleks. Beliau tidak hanya bertindak sebagai seorang arbitrator (penengah, hakim), tetapi juga melakukan fungsi-fungsi seorang legislator, hakim, materi kehakiman, jaksa, penyidik dan fungsi-fungsi yang terkait dengan hukum lainnya.
Peranan Rasulullah Saw dalam Pembinaan Hukum
- Pembinaan aturan hukum (undang-undang)
- Pembinaan Lembaga Peradilan
- Penegakan Hukum
- Pembinaan Masyarakat Hukum
Karakteristik Hukum Islam
- Rabbaniyyah
- Tadarruj (bertahap)
- Umum (general)
- Ideal dan Realistis
- Wasathiyah (moderate)
- Murunah (flexible)
- Al-‘Adalah (adil)
- Raf’u al-Haraj (Tidak Sukar)
- Qillatu al-Taklif (Meminimalisir kewajiban hukum)
- Jalbu al-Mashalih
- Takamul/Syumul (comprehensive)
Periode Pembentukan Hukum Islam
1. Fase Makkah
Rasulullah Saw menerima wahyu di Makkah selama kurang lebih 13 tahun. Karakteristik wahyu yang diturunkan di Makkah lebih ditekankan pada dimensi akidah dan akhlak dan belum menyentuh masalah-masalah hukum praktis dengan sedikit pengecualian. Adapun sebab penekanan pada akidah karena akidah itu merupakan fondasi utama untuk pembentukan semua hukum yang akan diberlakukan, baik ibadah, muamalah, maupun akhlak.
Pada masa ini belum banyak hal-hal yang meyangkut hukum disampaikan oleh Muhammad Saw. Karena itu tidak ada aturan-aturan hukum di dalam surat-surat yang tergolong surat-surat Makiyah seperti surat Yunus, Al Ra’du, Yasin dan Al Furqan. Kebanyakan ayat-ayat Makiyah berisikan hal-hal mengenai keimanan, akhlak dan sejarah.
2. Fase Madinah
Setelah 13 tahun menerima wahyu di Makkah dengan berbagai tantangan dan hambatannya, beliau diizinkan untuk berhijrah ke Madinah untuk dijadikan sebagai tempat pengembangan dakwah dan pengokohan aplikasi hukum Islam. Beliau dan para sahabatnya berhijrah ke Madinah untuk mendapatkan tempat yang cocok dan mendukung pengembangan aplikasi sistem baru, baik dari segi manajemen, hukum, sosial, politik dan lainnya.
Dalam masa inilah Islam berkembang dengan pesat dan pengikutnya pun terus bertambah. Pada masa ini beliau membentuk suatu masyarakat dengan pranata-pranata modern termsuk perangkat hukum dan peradilan. Hal ini antara lain karena dalam suatu masyarakat yang civilized (berkeadaban) diperlukan adanya pengaturan dan penegakan hukum.
Dalam hubungan inilah kemudian diisyaratkan hukum-hukum perkawinan, waris, wasiat, jual beli, sewa, hutang piutang dan berbagai persoalan muamalah lainnya.Demikian juga dengan hukum yang berhubungan dengan pemeliharaan keamanan dalam masyarakat (jinayah) seperti hukum qisash, pencurian, zina dan sebagainya.
Oleh Karena itu lah surat-surat Madaniyah, seperti surat Al Baqarah, Ali Imran, An Nisa, Al Maidah, At Tawbah, An Nur, Al Ahzab, dan sebagainya banyaknya mengandung ayat-ayat hukum di samping mengandung ayat-ayat tentang aqidah, akhlak, sejarah, dan lain-lain.
Metode Pembentukan Hukum Islam
1. Munculnya kejadian yang menuntut adanya hukum yang mengaturnya atau ada masalah baru yang berkembang di kalangan umat Islam.
Dalam kondisi seperti ini, Rasulullah Saw menunggu sampai wahyu datang mengatur kejadian-kejadian baru tersebut atau beliau berijtihad. Kalau ijtihadnya salah maka wahyu akan turun untuk membetulkan kesalahan ijtihadnya. Apabila ijtihadnya benar maka wahyu pun datang untuk menegaskan kembali. Sebagai contoh, ada seorang sahabat bertekad untuk menikahi seorang perempuan kafir dan hal itu akan dilakukannya kalau mendapatkan persetujuan dari Rasulullah Saw. Kemudian turunlah firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wnita budak yang Mukmin lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke Neraka, sedang Allah mengajak ke Syurga dan ampunan dengan izin-Nya. Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (Al Baqarah: 221)
2. Allah menetapkan hukum tanpa diawali terlebih dahulu oleh sebuah pertanyaan atau sebuah kejadian.
Hal ini karena Allah memandang bahwa sudah tiba waktunya untuk menurunkan hukum tersebut untuk mengatur masyarakat Muslim. Hukum Islam ditetapkan bukan karena adanya kejadian atau masalah pada waktu itu saja, tetapi juga karena untuk menjawab persoalan yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang. Hukum juga diturunkan untuk membentuk suatu model berdasarkan prinsip-prinsip tertentu seperti masalah penentuan kadar zakat, penerapan sistem syura (musyawarah), penjelasan hukum keluarga dan lain-lain.
Keistimewaan Hukum Pada Masa Rasulullah Saw
Hukum yang ditetapkan pada masa ini mempunyai beberapa karakteristik antara lain:
1. Penetapan hukum secara bertahap.
Hal ini bisa terjadi pada dimensi waktunya atau pun pada jenis hukumnya sehingga hukum yang dibebani kepada umat Islam benar-benar bisa diterima dengan mudah dan tidak memberatkan
2. Mengangkat beban,
artinya karakteristik hukum pada masa ini selalu menuntut kemudahan dan keluasan dan tidak memberatkan atau pun menyulitkan seperti ditegaskan dalam salah satu firman-Nya:
“…Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran…” (QS Al Baqarah:185)
3. Berlakunya nasakh (amandemen) hukum.
Proses nasakh ini dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan umat dan untuk meringankan beban hukum (taklif)
Ijtihad dalam Menetapkan Hukum pada Masa Rasulullah Saw
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, fiqh yang berlaku pada masa itu adalah fiqh wahyu. Artinya sumber hukum pada waktu itu hanya bersumber dari wahyu semata. Walaupun begitu, ketika timbul suatu masalah, Rasulullah Saw pernah melakukan ijtihad dan menyuruh sahabatnya untuk berijtihad pula. Jika ijtihad itu salah maka diluruskan oleh wahyu. Jika benar, maka ditegaskan kembali oleh wahyu pula. Adapun diantara contoh ijtihad Rasulullah Saw adalah ijtihad tentang penetapan fida’ meminta tebusan dari para tawanan perang yang ditawan oleh pasukan Musli. Rasulullah Saw berkonsultasi dengan Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar menyetujui pendapat beliau sedangkan Umar memilih alternative lain. Kemudian wahyu datang menetapkan bahwa ijtihad beliau kurang tepat.
Pada masa ini, metode ijtihad merupakan cara yang legal dan diakui sebagai salah satu sumber hukum tapi hal itu dengan syarat tidak bisa terpisah dari wahyu dalam kata lain, eksistensinya menunggu persetujuan wahyu.
Kesatuan Hukum
Hukum yang ditetapkan pada masa ini adalah berdasarkan satu sumber sehingga menciptakan kesatuan hukum dan tidak menimbulkan perbedaan serta perselisihan karena bermuara dari satu sumber, yaitu wahyu. Adapun ijtihad, baik ijtihad Rasulullah Saw maupun ijtihad sahabat semuanya dianggap hukum apabila mendapatkan justifikasi dari wahyu, baik itu melalui proses pembetulan atau pun melalui penegasan wahyu.
Kodifikasi Hukum
Dalam rangka menjaga keutuhan dan keamanan hukum serta sosialisasinya, Rasulullah Saw selalu menuliskan wahyu dengan cara mengangkat beberapa orang sekretaris seperti Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, dan lainnya. Tugas mereka adalah menulis semua hukum yang telah ditetapkan oleh wahyu sehingga hukum yang diturunkan melaluinya sudah terkodifikasi dalam bentuk tulisan-tulisan, baik itu ditulis di atas kulit atau pun pelepah kurma sehingga ketika Rasulullah Saw meninggal, hukum-hukum tersebut sudah terpatri dalam hapalan mereka, tertulis dalam di berbagai media walaupun belum terkumpul secara rapih.
Adapun hukum yang ditetapkan secara makna saja (hadits) tidak dikodifikasi dalam bentuk tulisan tapi lebih banyak dalam bentuk hapalan-hapalan. Hal itu untuk menghindari tercampurnya hadits-hadits dengan hukum yang ditetapkan secara lafadz dari Allah Swt.
Tokoh Hukum Modern Dunia
Muhammad Saw mempunyai peranan yang sangat besar dalam salah satu bab pembinaan hukum dunia. Sumbangsih beliau ini diakui oleh masyarakat internasional dengan menjadikannya sebagai salah satu Pembina hukum (law giver) dalam sejarah peradaban manusia.
Kepemimpinan dalam bidang hukum ini dilakukan Nabi Muhammad Saw dalam semua aspek hukum yang dikenal pada masa modern yaitu pembinaan aturan hukum (legislasi), pembinaan lembaga peradilan, penegakan hukum, dan pembinaan masyarakat hukum.
Sistem hukum yang diperkenalkan Muhammad Saw tersebut tergolong sangat modern di zamnnya dan di tengah masyarakat Arab waktu itu. Dengan demikian, beliau telah melakukan revolusi hukun dan penertiban system hukum ke arah yang lebih baik. Dasar-dasar hukum yang dikembangkan beliau ini kemudian terus dikembangkan oleh generasi-generasi sesudahnya hingga sekarang.
(Muhammad Syafii Antonio (Nio Gwan Chung), "Muhammad Saw The Super Leader Super Manager", Penerbit TAZKIA Publishing, Cetakan XVI. 2009)
0 Komentar untuk "Muhammad Saw The Super Leader Super Manager, Spectrum 7
Pengembangan Hukum"