"Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi ni'mat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis." (Q.S. Maryam: 58)
-----
Sebagai petunjuk, Allah menurunkan Al Qur'an sebagai media komunikasi utama dengan manusia. Misal jika dalam hati seorang manusia terlintas pikiran/pertanyaan "boleh tidak ya saya berlaku ini dan itu?" Maka kalau Allah "langsung" menjawab saat itu juga dengan QS. 2.42:
"Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu , sedang kamu mengetahui.",
sungguh manusia ini sudah berkomunikasi seperti "langsung" (untuk lebih singkatnya kita tulis "langsung" bermakna adalah "seperti langsung") dengan Allah.
Ada manusia lain dengan pikiran/pertanyaan yang sama "boleh tidak ya saya berlaku ini dan itu?" Saat tidak ada jawaban "langsung" dari Allah seperti pada manusia sebelumnya, dan dia belum pernah mendapat pelajaran Islam mengenai hal yang dipikirkan/ditanyakannya itu, maka bisa jadi setan akan segera bertindak dengan berusaha memberikan jawaban kepada manusia ini, seolah-olah itu adalah jawaban yg datang dari Allah:
"Coba saja dahulu, experience is the best teacher lho. Tengok Thomas Alva Edison." [Surat Aali (keluarga) Setan ayat acak (acak jiwa manusia)]
Padahal jawaban ini adalah irrelevant a.k.a out of context atau ga nyambung dengan apa yang dipikirkan/ditanyakan oleh manusia ini. Sedangkan ada jawaban terbaik dari Allah yang nyambung spesifik dengan pikiran/pertanyaan tadi.
Jika hati manusia ini suci bersih, maka ilham malaikat akan sampai kepadanya. (Dengan paradoks bahwa hati yang suci bersih hanya akan bisa dimiliki manusia jika manusia itu mengacu pada kalam Allah dan sunnah Rasulullah dalam setiap langkah hidupnya, jika tidak, klaim hati yang suci bersih itu hanya omkos belaka).
Jika manusia yang pertama berdoa: " Ya Allah, jika hal tersebut baik untukku, maka berikanlah kepadaku, jika tidak, maka jauhkanlah dariku." Jika Allah menjawab "langsung" seketika dengan QS. 2.221:
"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran."
Maka manusia ini bisa langsung mengambil keputusan dengan tanpa keragu-raguan karena jawaban "langsung" dari kalamullah (yang laa raiba fiihi)
Namun, jika manusia yang kedua berdoa dengan doa yang sama seperti manusia pertama, saat tidak ada jawaban "langsung" dari Allah, maka kembali setan berusaha memberikan jawaban-jawaban berikut ini:
"TIdak apa-apa nikahi saja wanita tersebut, "Insya Allah" nanti dia akan bertaubat jika kamu bisa mengajarinya dengan baik. Kamu selalu mampu melakukan apapun. Kasihan kan wanita secantik (bukannya sebaik atau sealim di ruang lingkup tertentu) itu kalau jatuh ke orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Padahal menurut semua orang, kamu adalah orang yang paling utama dan paling bertanggungjawab terhadap sesama dan wanita." [Surat Aali Jin Ifrit ayat fitna terbaru]
Atau dengan bisikan setan yang lain seperti ini:
"Sudahlah, bismillah saja. Yang penting niatnya baik."
Masya Allah begitu liciknya setan melakukan tipu daya pada manusia ini. Padahal sebenarnya dalam hal ini jawabannya adalah bukan dengan bismillah dan niat, namun dengan mencari jawaban Allah di Al Qur'an jika memang belum tahu, lalu baru bismillah dan niat untuk menjalankan jawaban dari Allah itu. Dan dengan ini juga artinya setan mengajarkan untuk melakukan larangan Allah dengan mengatasnamakan Allah! (Naudzubillah)
Kembali ke manusia pertama, manusia ini dalam dzikir, doa, dan shalatnya khusyu. Dalam dzikir dan doanya, dia selalu mengikuti apa-apa yang diajarkan Rasulullah. Dalam shalatnya dia membaca bacaan shalat namun ketika membaca Al bacaan Qur'an dalam shalat, dia juga merasa Allah yang berbicara kepadanya karena dia paham apa-apa yang di"katakan" Allah dalam bacaan Al Qur'an di shalatnya itu. Dia sungguh merasa Allah sedang berkomunikasi dua arah dengannya.
Sedangkan manusia yang kedua, tidak pernah merasa Allah berbicara kepadanya. Atau mungkin merasa tapi tidak tahu dengan keyakinan yang diterima sepenuh hati oleh hati sanubarinya sendiri apakah Allah atau siapa yang berbicara kepadanya. Kalaupun jika dia merasa Allah berbicara kepadanya, namun apalah artinya buat dia karena dia tidak paham arti (dan makna) bacaaan Al Qur'an. Dia shalat namun seperti tidak peduli dengan apa yang dibicarakan Allah melalui kalam-kalam-Nya (bacaaan Al Qur'an). Orang ini sebenarnya selalu berada dalam keragu-raguan, namun setan selalu membimbingnya dan menghiburnya agar selalu percaya diri dan istiqamah di jalan itu. Setan selalu membisikkan bahwa Allah Maha Pengasih dan Penyayang, Allah Maha Penerima taubat, dan Allah Maha Bijaksana. Namum, tidak pernah setan memberitahukan juga bahwa Allah Maha Penyiksa (Al Muntaqim dengan neraka dan para malaikat Zabaniyah-Nya), Allah Maha Penghina, Allah Maha Pembalas amal-amal keburukan hingga sekecil-kecilnya, Allah Maha keras dan cepat azab-Nya, Allah Maha Penyesat bagi manusia yang lalim dan kufur dari nikmat-Nya.
Siapakah manusia pertama?
Manusia yang pertama adalah orang yang ingin selalu bisa berkomunikasi dua arah dengan Allah setiap saat dalam keadaan apapun bahkan saat mushaf Al Qur'an tidak ada padanya, atau sudah musnah atau corrupt/rusak oleh konspirasi para petinggi-petinggi setan dan balatentaranya dari bangsa manusia lalim dan sesat, atau kemungkinan-kemungkinan lainnya yang Allah kehendaki setelah masa penjagaan Allah terhadap Al Qur'an selain di dada para hafidz (penghafal Al Qur'an) diangkat. Dia ingin selalu mendapat petunjuk "langsung" dalam setiap langkah kehidupannya, dan tidak membiarkan yang selain Allah masuk ke dalam hatinya dan berkomunikasi dengannya. Dia kuatir tidak dapat memahami dan lupa apa-apa perintah Allah dan apa-apa larangan-Nya, sehingga dia membuktikan dengan tekad yang kuat untuk bisa paham dan hafal perintah-perintah dan larangan-larangan itu.
Dia merupakan keluarga Allah di dunia ini dan tamu Allah di surga-Nya nanti. Dialah haafidzul Qur'an wa faahimul Qur'an, orang yang benar-benar ingin berkomunikasi dengan Allah sejak di dunia hingga di akhirat kelak.
Dan bisa jadi orang pertama ini berasal dari orang yang kedua. Namun dia lebih bisa mensyukuri dan memanfaatkan nikmat Allah yang berlimpah didirinya dan di dunia ini dengan sebaik-baiknya. Insya Allah doanya jauh lebih dahsyat daripada apapun yang diusahakan manusia di muka bumi ini, karena Allah langsung yang akan menjawabnya.
N.B.: Jika manusia kedua tadi berusaha untuk menjadi manusia pertama, lalu dia wafat sebelum menjadi seperti manusia yang pertama, Insya Allah dia wafat di jalan Allah karena mengikuti perintah Allah untuk mencontoh Rasulullah: "Laqad kaana fii rasulillahi uswatun hasanah." Karena Insya Allah dalam perjalanannya menjadi manusia pertama itu, dia bisa langsung berkomunikasi dengan Allah dan mendapat petunjuk di setiap langkah kehidupannya hingga akhir hayatnya.
Wallahu 'alam (artinya: and Allah knows best)
-----
"Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi ni'mat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis." (Q.S. Maryam: 58)
-----
Sebagai petunjuk, Allah menurunkan Al Qur'an sebagai media komunikasi utama dengan manusia. Misal jika dalam hati seorang manusia terlintas pikiran/pertanyaan "boleh tidak ya saya berlaku ini dan itu?" Maka kalau Allah "langsung" menjawab saat itu juga dengan QS. 2.42:
"Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu , sedang kamu mengetahui.",
sungguh manusia ini sudah berkomunikasi seperti "langsung" (untuk lebih singkatnya kita tulis "langsung" bermakna adalah "seperti langsung") dengan Allah.
Ada manusia lain dengan pikiran/pertanyaan yang sama "boleh tidak ya saya berlaku ini dan itu?" Saat tidak ada jawaban "langsung" dari Allah seperti pada manusia sebelumnya, dan dia belum pernah mendapat pelajaran Islam mengenai hal yang dipikirkan/ditanyakannya itu, maka bisa jadi setan akan segera bertindak dengan berusaha memberikan jawaban kepada manusia ini, seolah-olah itu adalah jawaban yg datang dari Allah:
"Coba saja dahulu, experience is the best teacher lho. Tengok Thomas Alva Edison." [Surat Aali (keluarga) Setan ayat acak (acak jiwa manusia)]
Padahal jawaban ini adalah irrelevant a.k.a out of context atau ga nyambung dengan apa yang dipikirkan/ditanyakan oleh manusia ini. Sedangkan ada jawaban terbaik dari Allah yang nyambung spesifik dengan pikiran/pertanyaan tadi.
Jika hati manusia ini suci bersih, maka ilham malaikat akan sampai kepadanya. (Dengan paradoks bahwa hati yang suci bersih hanya akan bisa dimiliki manusia jika manusia itu mengacu pada kalam Allah dan sunnah Rasulullah dalam setiap langkah hidupnya, jika tidak, klaim hati yang suci bersih itu hanya omkos belaka).
Jika manusia yang pertama berdoa: " Ya Allah, jika hal tersebut baik untukku, maka berikanlah kepadaku, jika tidak, maka jauhkanlah dariku." Jika Allah menjawab "langsung" seketika dengan QS. 2.221:
"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran."
Maka manusia ini bisa langsung mengambil keputusan dengan tanpa keragu-raguan karena jawaban "langsung" dari kalamullah (yang laa raiba fiihi)
Namun, jika manusia yang kedua berdoa dengan doa yang sama seperti manusia pertama, saat tidak ada jawaban "langsung" dari Allah, maka kembali setan berusaha memberikan jawaban-jawaban berikut ini:
"TIdak apa-apa nikahi saja wanita tersebut, "Insya Allah" nanti dia akan bertaubat jika kamu bisa mengajarinya dengan baik. Kamu selalu mampu melakukan apapun. Kasihan kan wanita secantik (bukannya sebaik atau sealim di ruang lingkup tertentu) itu kalau jatuh ke orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Padahal menurut semua orang, kamu adalah orang yang paling utama dan paling bertanggungjawab terhadap sesama dan wanita." [Surat Aali Jin Ifrit ayat fitna terbaru]
Atau dengan bisikan setan yang lain seperti ini:
"Sudahlah, bismillah saja. Yang penting niatnya baik."
Masya Allah begitu liciknya setan melakukan tipu daya pada manusia ini. Padahal sebenarnya dalam hal ini jawabannya adalah bukan dengan bismillah dan niat, namun dengan mencari jawaban Allah di Al Qur'an jika memang belum tahu, lalu baru bismillah dan niat untuk menjalankan jawaban dari Allah itu. Dan dengan ini juga artinya setan mengajarkan untuk melakukan larangan Allah dengan mengatasnamakan Allah! (Naudzubillah)
Kembali ke manusia pertama, manusia ini dalam dzikir, doa, dan shalatnya khusyu. Dalam dzikir dan doanya, dia selalu mengikuti apa-apa yang diajarkan Rasulullah. Dalam shalatnya dia membaca bacaan shalat namun ketika membaca Al bacaan Qur'an dalam shalat, dia juga merasa Allah yang berbicara kepadanya karena dia paham apa-apa yang di"katakan" Allah dalam bacaan Al Qur'an di shalatnya itu. Dia sungguh merasa Allah sedang berkomunikasi dua arah dengannya.
Sedangkan manusia yang kedua, tidak pernah merasa Allah berbicara kepadanya. Atau mungkin merasa tapi tidak tahu dengan keyakinan yang diterima sepenuh hati oleh hati sanubarinya sendiri apakah Allah atau siapa yang berbicara kepadanya. Kalaupun jika dia merasa Allah berbicara kepadanya, namun apalah artinya buat dia karena dia tidak paham arti (dan makna) bacaaan Al Qur'an. Dia shalat namun seperti tidak peduli dengan apa yang dibicarakan Allah melalui kalam-kalam-Nya (bacaaan Al Qur'an). Orang ini sebenarnya selalu berada dalam keragu-raguan, namun setan selalu membimbingnya dan menghiburnya agar selalu percaya diri dan istiqamah di jalan itu. Setan selalu membisikkan bahwa Allah Maha Pengasih dan Penyayang, Allah Maha Penerima taubat, dan Allah Maha Bijaksana. Namum, tidak pernah setan memberitahukan juga bahwa Allah Maha Penyiksa (Al Muntaqim dengan neraka dan para malaikat Zabaniyah-Nya), Allah Maha Penghina, Allah Maha Pembalas amal-amal keburukan hingga sekecil-kecilnya, Allah Maha keras dan cepat azab-Nya, Allah Maha Penyesat bagi manusia yang lalim dan kufur dari nikmat-Nya.
Siapakah manusia pertama?
Manusia yang pertama adalah orang yang ingin selalu bisa berkomunikasi dua arah dengan Allah setiap saat dalam keadaan apapun bahkan saat mushaf Al Qur'an tidak ada padanya, atau sudah musnah atau corrupt/rusak oleh konspirasi para petinggi-petinggi setan dan balatentaranya dari bangsa manusia lalim dan sesat, atau kemungkinan-kemungkinan lainnya yang Allah kehendaki setelah masa penjagaan Allah terhadap Al Qur'an selain di dada para hafidz (penghafal Al Qur'an) diangkat. Dia ingin selalu mendapat petunjuk "langsung" dalam setiap langkah kehidupannya, dan tidak membiarkan yang selain Allah masuk ke dalam hatinya dan berkomunikasi dengannya. Dia kuatir tidak dapat memahami dan lupa apa-apa perintah Allah dan apa-apa larangan-Nya, sehingga dia membuktikan dengan tekad yang kuat untuk bisa paham dan hafal perintah-perintah dan larangan-larangan itu.
Dia merupakan keluarga Allah di dunia ini dan tamu Allah di surga-Nya nanti. Dialah haafidzul Qur'an wa faahimul Qur'an, orang yang benar-benar ingin berkomunikasi dengan Allah sejak di dunia hingga di akhirat kelak.
Dan bisa jadi orang pertama ini berasal dari orang yang kedua. Namun dia lebih bisa mensyukuri dan memanfaatkan nikmat Allah yang berlimpah didirinya dan di dunia ini dengan sebaik-baiknya. Insya Allah doanya jauh lebih dahsyat daripada apapun yang diusahakan manusia di muka bumi ini, karena Allah langsung yang akan menjawabnya.
N.B.: Jika manusia kedua tadi berusaha untuk menjadi manusia pertama, lalu dia wafat sebelum menjadi seperti manusia yang pertama, Insya Allah dia wafat di jalan Allah karena mengikuti perintah Allah untuk mencontoh Rasulullah: "Laqad kaana fii rasulillahi uswatun hasanah." Karena Insya Allah dalam perjalanannya menjadi manusia pertama itu, dia bisa langsung berkomunikasi dengan Allah dan mendapat petunjuk di setiap langkah kehidupannya hingga akhir hayatnya.
Wallahu 'alam (artinya: and Allah knows best)
-----
"Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi ni'mat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis." (Q.S. Maryam: 58)
Tag :
DiinulIslaam.Tauhid
0 Komentar untuk "Manusia pertama dan manusia kedua"